Selasa, 06 September 2011

ngutipp jilid kesekiaann ( keren)

keren untuk diketahui

2011 July 23
tags: blogger, blogging, kompasiana, Komunikasi, menulis, Tips
by achmad sulfikar



P
ernah mengalami kebuntuan dalam menulis? “Stuck” istilah yang tepat saya kira untuk menggambarkan kebuntuan ini. Tulisan yang menjadi komponen utama dari blog tersebut ternyata menjadi sebuah komponen yang paling sulit untuk disusun atau dibuat. Membuat tulisan atau menulis menjadi sangat sulit ketika kita tidak tahu cara hebat untuk mengatasi hambatan dalam menulis ini.

Dari acara Blogshop Kompasiana yang saya ikuti hari ini, saya mendapatkan pencerahan tentang metode taktis dalam menulis. Utamanya menulis artikel blog. Saya ingin membagi metode tersebut dengan anda agar kita sama-sama tercerahkan. Hal yang hampir menghinggapi blogger (terutama saya) adalah berada dalam kondisi “stuck” atau buntu, buntu ide sehingga tidak tahu apa yang harus ditulis. Oke, berikut beberapa tips yang saya sarikan dari materi “learning by blogging” tersebut.

Tips mengatasi kebuntuan menulis.

1. Tulislah yang ada dikepala
Ya, tulis saja apa yang sedang terbersit di kepala anda saat ini, temanya bisa macam-macam, tidak perlu jauh-jauh memikirkan hal-hal yang belum atau tidak terpikirkan saat menulis, biarlah hal-hal tersebut dengan sendirinya akan muncul di lain waktu. Biasanya memang waktu akan banyak terbuang di sesi “cari inspirasi” ini, akhirnya yang terjadi adalah ngantuk, bosan lalu akhirnya kita lebih memilih menunda menulis.

2. Jangan pernah terpenjara soal EYD
Untuk sementara saya kira kita memang harus masa bodoh dengan hal ini. saya setuju dengan sebuah pendapat bahwa “my blog my rules” anda tidak suka dengan tulisan atau EYD yg saya salahgunakan? ya dikomentari saja. Anda malas membaca tulisan yang gaya tuturnya nyeleneh? tinggalkan saja. Ingat, “my blog my rules”. Sekali lagi, ide bening yang biasanya hinggap di saat tidak tentu bisa melayang jauh hanya karena kita sibuk mengurusi ejaan, dsb.

3. Jangan berhenti karena typografi
Ini juga sama dengan yang di atas. Abaikan dulu soal typografi!

4. Jangan pusing soal panjang atau pendek
Yap, panjang atau pendek tulisan bukan ukuran baik atau buruknya sebuah tulisan. jika pesan yang ingin anda sampaikan dapat dipenuhi dengan satu paragraf atau 100 kata, ya begitu saja. kalau anda senang dengan ulasan yang bertele-tele, silahkan. Sekali lagi kembali ke “perasaan” anda saja,.

5. Be yourself
Ini yang penting, jadilah diri sendiri. Menulis dengan gaya sendiri. Dengan terbiasa melakukan hal ini, pembaca akan bisa “mengenali” tulisan anda. Menyontek gaya menulis orang lain, selain membutuhkan waktu juga membuat tulisan kita akan kurang memiliki daya tarik karena tidak memiliki ciri khas tertentu.

6. Teruslah menulis hingga tak ada satupun kata keluar lagi.
Teruslah menulis, sajikan ide atau informasi selengkap mungkin yang anda tahu. Sampai akhirnya anda tidak lagi memiliki sesuatu yang akan disampaikan berkaitan dengan apa yang anda tulis saat itu.

7. Writing is rewriting
Kurang lebih artinya adalah tulislah kembali (edit) apa yang telah anda tulis, langkah ini dilakukan sebelum anda memposting tulisan. Amati kembali tulisan acakadut tadi, “think before posting” bukan “think before writing”… tapi ingat, ini hanya dilakukan ketika, tidak ada satupun kata lagi yang akan anda tulis.

Nah, tips di atas adalah metode ketika kita mengalami kondisi “stuck” dalam menulis, berikut ini tips agar kita bisa menulis dengan cepat.

Tips agar bisa menulis dengan cepat

1. Tulis apa yang anda suka
Ini yang perlu diperhatikan, jangan ikut arus. Kan lucu kalau anda akhirnya memaki-maki tulisan sendiri, karena yang anda tulis bukan sesuatu yang anda senangi.

2. Tulis apa yang anda kuasai.
Saya memiliki latar belakang ilmu komunikasi dan sedang mendalami Komunikasi Massa, saya akan selalu bisa membahas dan mendiskusikan apa saja yang berkaitan dengan kedua hal itu, untuk bidang ini saya akan kelihatan lebih expert ketimbang saya membahas dan ikut-ikutan menulis tentang jatuhnya Indeks harga saham dow jones yang pasti akan terlihat tolol karena ketidaktahuan saya.

3. Jangan terpaku judul, belakangan saja
Ini juga biang penghambat sebuah tulisan. Hentikan memikirkan judul agar terlihat “wah”, judul bisa dibuat kapan saja. Yang penting itu isi.

4. Jangan menulis/edit dikepala, tuangkan saja.
Mengedit di kepala selain membuat sakit kepala juga, sangat membuang-buang waktu. Mengalir saja.

5. Jangan baca tulisan berulang-ulang selesaikan saja

6. Jangan terlalu terpaku pada buku, pendapat anda saja.
Jangan terlalu banyak mengutip. Beranikan diri menulis ide sendiri. Buat apa membaca tulisan yang bisa juga kita dapatkan di buku atau majalah. Dalam nge-blog yang sangat menarik adalah unsur orisinalitas ide, opini atau pengalaman seseorang.

Nah, demikian beberapa hal yang saya kira penting untuk saya, anda atau siapapun yang mengalami kebuntuan ketika menulis. Blogger adalah dunianya orang-orang biasa, bukan manusia super yang harus kelihatan tanpa cacat. Sibuk memikirkan apakah tulisan kita buruk atau tidak sangat membuang-buang waktu. Menulis saja, practice make perfect kata si bule. Oke, salam blogger.
Keywords cara hebat, animated colorful hearts, trik menulis hebat, metode menulis, menulis opini, mengatasi kebuntuan menulis, membuat teks menulis sendiri, cara menulis yang hebat, CAra menulis di blog, usaha mengatasi tulisan yang jelek

masih ngutipp

Analisis Film “Freedom Writers”: Minoritas yang Termarjinalkan (studi tentang rasisme di Amerika Serikat) Dec 13, '08 4:31 AM
untuk


A. Sinopsis

Freedom Writers merupakan film yang didasarkan atas kisah nyata kehidupan seorang guru di Long Beach, California, Erin Gruwell (diperankan oleh Hillary Swank). Erin berprofesi sebagai guru bahasa Inggris ketika isu rasisme di Amerika begitu hegemoni. Ia memasuki dunia pendidikan yang rasis setelah dua tahun keributan L.A menjadi pembicaraan hangat di masyarakat. Dengan penuh harapan, Erin mengajar bahasa Inggris di kelas 203, di mana terdapat beragam gank ras yang selalu mengelompok, seperti ras kamboja, kulit hitam, Hispanic, dan seorang kulit putih.

Pada awal kedatangan Erin, para murid sama sekali tidak tertarik dengan kehadirannya. Mereka sangat sentimen terhadap orang berkulit putih. Mereka menganggap bahwa Erin tidak mengerti apapun tentang kehidupan mereka yang keras, kehidupan yang selalu berada di bawah bayang-bayang perang dan kekerasan. Bagi mereka, kehidupan adalah bagaimana caranya mereka ”selamat” dari kekerasan, hingga penembakan yang mengatasnamakan “ras”.

Banyak tantangan yang harus dihadapi oleh Erin, baik dari pihak sekolah yang rasis, hingga pihak suami dan ayahnya. Diskriminasi yang dilakukan oleh pihak sekolah, seperti pemisahan kelas, serta perbedaan fasilitas yang kentara antara ras kulit putih dan ras di luar itu membuat Erin miris. Agar diterima oleh anak-anak didiknya, Erin mencari cara untuk melakukan pendekatan dan metode pengajaran yang tepat. Namun, sejak Erin disibukkan dengan pendekatan terhadap anak-anak didiknya dan bekerja paruh waktu, timbul masalah baru, ia diceraikan oleh suaminya. Hingga pada akhirnya, ayahnya yang semula tidak mendukung, berbalik mendukung pekerjaan Erin.



Erin paham dengan kondisi anak-anak didiknya yang selalu berkelompok dengan ras mereka masing-masing. Akhirnya, ia menemukan cara untuk “menjangkau” kehidupan mereka dengan memberikan mereka buku, dan meminta mereka mengisinya dengan jurnal harian. Bahkan, ketika sekolah mendiskriminasikan fasilitas buku, Erin memberikan buku baru tentang kehidupan gank yang lekat dengan keseharian mereka. Sejak membaca jurnal harian yang bercerita tentang kehidupan mereka yang keras, Erin semakin bersemangat untuk mengubah kehidupan anak-anak didiknya, serta menghapus batas tak terlihat yang secara kultur memisahkan mereka dengan cara-cara yang mengagumkan.

Dalam film ini juga kita bisa melihat bagaimana usaha Erin mendatangkan Mrs…..seorang wanita penolong Anne Frank, anak Yahudi yang hidup pada zaman Hitler dan holocaust-nya. Ia mendatangkan Mrs….untuk berbagi cerita kepada anak-anak didiknya tentang sebuah “bencana” yang terjadi karena rasisme, serta usaha-usaha Erin lainnya yang mendapat tantangan dari pihak-pihak sekolah.

Akhirnya, keteguhan Erin dalam mendidik mereka berbuah hasil. Anak-anak tersebut, yang semula benci satu sama lain Karena perbedaan ras, akhirnya menjadi berteman dan mendobrak sekat-sekat ras di antara mereka. Bahkan, ketika ada kasus penembakan yang menimpa seorang kawan anak didiknya, ia mengajarkan tentang arti kejujuran.


B. Analisis Adegan dan Isu Dibaliknya



1. Rasisme dan Gank

Isu general yang ditampilkan dalam Freedoms Writers adalah isu ras. Kita bisa melihatnya di awal film ketika seorang kerabat Eva (murid Erin keturunan Hispanic dan kulit hitam) ditembak oleh seseorang dari ras lain, dan penangkapan ayahnya oleh polisi kulit putih. Kondisi Amerika di tahun 1990-an masih kental dengan nuansa rasisme, di mana masing-masing ras saling berlomba untuk mendapatkan pengakuan. Dengan kondisi keluarga yang kacau balau, masing-masing anak melakukan pelarian dengan bergabung bersama gank yang senasib dan tentu saja beranggotakan satu ras yang sama.

Bergabungnya mereka bersama gank adalah suatu kompensasi untuk mendapatkan sebuah “kenyamanan”. Dalam film tersebut, diperlihatkan bagaimana gank tersebut menyambut anggota baru dengan cara dipukuli beramai-ramai. Itu artinya, kehidupan ras selain kulit putih di Amerika, khususnya lapisan bawah, terbilang keras. Dengan dilakukannya “inisiasi” dalam gank, mereka “belajar” untuk menghadapi kehidupan yang keras.

Kehidupan anak-anak yang berlindung di bawah naungan gank bermasalah tentu saja tidak diperlihatkan di sekolah, namun kita bisa melihat bagaimana masing-masing ras hanya berkumpul dan mengobrol dengan sesamanya. Ini menunjukkan bahwa ada rasa sentimen dalam diri masing-masing kelompok. Sekalipun sistem pendidikan di sekolah sudah sampai pada tahap reformasi penyatuan, namun hal tersebut tidak berjalan efektif, bahkan cenderung mendiskriminasi.

Kita juga bisa melihat adegan ketika seorang murid Hispanic menggambar orang kulit hitam dengan bibir tebal di kelas. Konflik terjadi, perang mulut tak bisa dihindari. Sejak saat itulah Erin menyadari bahwa murid-muridnya memiliki rasa sentimen terhadap kelompok di luar rasnya, khususnya orang kulit putih. Selain itu, kita juga bisa melihat aksi gank salah seorang murid Erin, Eva, yang kekasihnya amat benci dengan orang kulit hitam, namun tidak sengaja menembak seorang lelaki kamboja. Namun, ironisnya, lelaki kulit hitamlah yang justru dituduh pelaku penembakan.

Sebagai seorang saksi, Eva bisa saja menyelematkan kekasihnya, namun ia telah mendapatkan pelajaran berharga tentang arti “kebenaran” dan “kejujuran” dari wanita penolong “Anne Frank”. Eva pada saat itu menghadapi sebuah benturan antara idealisme dan realita. Gank baginya adalah keluarga, dan takaran ideal di mata keluarganya adalah “menyelamatkan ras” mereka sendiri walau harus menafikan kebenaran. Namun, pada akhirnya, Eva bersaksi apa adanya, dan jika saja ayahnya yang dipenjara sejak ia kecil itu bukan seseorang yang disegani di kelompok rasnya, maka ia akan menjadi korban penembakan selanjutnya.

Dari situ kita juga bisa melihat bahwa sebuah kelompok ras memiliki seorang pemimpin yang disegani. Penokohan inilah yang menyebabkan Eva lolos dari jeratan maut. Pola pikir Eva mengalami pergeseran. Darah Hispanic memang mengalir deras dalam diri Eva, tapi mengatakan kebenaran yang mengandung tanggung jawab moral jauh lebih berharga dibandingkan bersaksi palsu demi kepentingan kelompok.

2. Diskriminasi dalam Dunia Pendidikan

Ketika Erin kali pertama melihat situasi sekolah, yang dilihatnya adalah adanya perbedaan antara kelas unggulan (didominasi oleh kulit putih, dan hanya ada satu kulit hitam). Fasilitas kelasnya pun berbeda, mulai dari kursi, papan tulis, hingga buku-buku. Saya jadi teringat artikel “Savage in equality” dan “Stereotype” tentang ras di luar kulit putih. Freedom Writers menggambarkan apa yang ditulis dalam artikel-artikel tersebut.

Pemisahan kelas yang dilakukan oleh sekolah memang bukan tanpa alasan. Kebanyakan orang kulit hitam, Hispanic, Kamboja, serta ras di luar kulit putih tidak mendapatkan nilai akademis yang tinggi. Sayangnya, karena stereotipe itulah mereka tidak bisa mengasah kemampuan mereka dan tetap menjadi kaum yang termarjinalkan. Hal ini tentu saja bertentangan dengan Civil Right Act yang dikeluarkan pada 1964.

Dalam film tersebut ada seorang kulit putih yang secara akademis kurang, karena itu, ia bergabung bersama orang-orang dari ras lain. Sayangnya, posisi anak kulit putih itu, sungguh dilematis. Di satu sisi, ia harus bergabung karena ia tidak begitu pandai, namun di sisi lain, ia adalah orang yang berada di zona kenyamanan sebagai orang kulit putih yang tidak pernah dihantui perang dan kekerasan. Hal yang sama juga dirasakan oleh seorang anak kulit hitam yang berada di kelas orang kulit putih karena ia baik secara akademis. Sayangnya, kehadiran mereka yang minoritas membuat mereka terpojokkan, sampai-sampai anak kulit hitam yang cerdas meminta pindah ke kelas Erin.

Ada yang mengejutkan dari sekolah ini. Rupanya, kepala sekolah di mana Erin mengajar adalah orang kulit hitam. Satu hal yang saya catat, bahwasanya warga kulit hitam baru akan dipandang ketika ia adalah orang yang cerdas dan berkedudukan tinggi. Namun, fakta di lapangan, secerdas apa pun orang itu, rasa “merendahkan” masih tetap mengakar di hati orang kulit putih. Hal ini terlihat dari perkataan seorang murid kulit putih di kelas unggulan yang ditanya tentang pendapatnya mengenai orang kulit hitam. Itu yang menyebabkan seorang anak kulit hitam di kelas tersebut merasa terpojokkan dan meminta pindah kelas ke ruang 203. Jadi, secerdas apa pun orang kulit hitam, diskriminasi ras tidak bisa dielakkan, bahkan kepala sekolah yang notabene memiliki wewenang tertinggi tidak bisa berbuat apa-apa ketika Erin meminta bantuannya.

Diskriminasi ras yang dilakukan oleh pihak sekolah juga terlihat dari pemberian buku-buku teks bahan ajar. Kelas yang terdiri dari berbagai ras hanya mendapat buku-buku bekas dan usang. Sungguh amat wajar jika ketika Erin memberikan novel baru, mereka merasa “surprised”. Dalam film tersebut, ada seorang guru kulit putih yang semula menerima Erin dengan lapang, namun ketika Erin melakukan berbagai pendekatan kultural dengan anak-anak didiknya, termasuk meminta dana agar mendatangkan wanita penolong Anne Frank dan terus mengajar anak-anak didiknya sampai tingkat akhir, guru tersebut menjadi tersinggung dan merasa tidak dianggap. Itu semua tidak terlepas dari ego yang tinggi, serta pandangan guru tersebut mengenai anak-anak di luar kulit putih.

3. Pemberian Jurnal dan Cerita di Balik Itu

Anak-anak didik Erin adalah anak-anak yang selalu berada di bawah bayang-bayang perang dan berasal dari keluarga yang kacau balau. Dengan diberikannya buku jurnal, mereka merasa bisa menumpahkan emosi mereka dan bercerita tentang latar belakang keluarganya yang penuh lika-liku. Dari bagian ini, kita bisa melihat betapa pentingya media curahan hati bagi mereka. Mereka adalah kaum minoritas yang merasa terpojokkan, mereka butuh sesuatu yang bisa membuat mereka lega. Erin melakukan pendekatan yang luar biasa dengan memberikan buku jurnal tersebut.

Dari cerita-cerita mereka, kita dapat menganalisa betapa kerasnya kehidupan mereka sejak kecil. Hal inilah yang menyebabkan kepribadian mereka menjadi kasar dan cenderung memberontak. Di antara mereka bahkan ada yang memiliki senjata tajam. Entah sudah berapa banyak kawan gank-nya yang menjadi korban penembakan dari gank ras lain. Selain itu, ada juga anak yang diusir oleh orang tuanya karena bergabung bersama gank sebagai pelarian, serta cerita-cerita mengharukan lainnya.

Dari cerita-cerita mereka, dapat disimpulkan bahwa rata-rata keluarga di luar kulit putih, terutama yang berasal dari kalangan bawah, adalah keluarga yang tidak harmonis. Bukan tanpa alasan mengapa keluarga mereka demikian. Kondisi rasis yang terjadi di Amerika menyebabkan mereka saling menjatuhkan satu sama lain untuk mengklaim bahwa ras mereka adalah ras yang sepatutnya dihormati. Segregasi kultural yang terjadi di Amerika kenyataannya telah menyebabkan non-white menjadi underclasses.

4. “Anne Frank” dan Holocaust

Dalam film Freedom Writers, kita juga bisa melihat bagaimana isu tentang holocaust atau pembantaian besar-besaran Hitler terhadap kaum yahudi diangkat. Dikisahkan bahwa Erin memberikan buku tentang novel yang diadopsi dari buku diary Anne Frank kepada murid-muridnya, agar mereka bisa mengerti apa yang akan terjadi jika setiap ras mengklaim dirinyalah yang paling kuat. Mereka juga diajak mengunjungi museum, menonton film-film dokumenter, serta berbagi kisah bersama korban rasisme. Di museum itu pula mereka diperlihatkan foto-foto orang besar yang berasal dari ras mereka sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa orang-orang non-white juga memiliki sejarah tersendiri dan pernah menjadi orang yang dihormati pada zamannya.

5. Keluarga Erin: Peran Suami dan Ayah

Ketika Erin disibukkan dengan aktivitasnya mengubah pola pikir anak didiknya, keutuhan rumah tangganya malah tidak bisa dipertahankan. Suami Erin yang lebih sering berada di rumah merasa dirinya yang menjadi “istri”. Sebetulnya, sang suami sebelumnya mendukung ia menjadi guru, tapi lama-kelamaan ia keberatan karena Erin tidak memiliki waktu banyak untuk melayaninya. Ternyata, pola pikir suami Erin masih seperti orang kebanyakan, cenderung rasis. Di bagian ini, kita bisa melihat kondisi yang paradoks. Di satu sisi, Erin ingin mengubah pandangan orang-orang di luar kulit putih tentang rasisme, namun di sisi lain, suaminya sendiri belum bisa berpikiran seperti itu. Bahkan, begitu mudahnya perceraian diajukan oleh sang suami. Dalam beberapa kasus, posisi laki-laki dalam rumah tangga cenderung dominan.

Pihak ayah justru sebaliknya. Ia semula tidak mendukung, namun melihat Erin bekerja mati-matian, bahkan hingga diceraikan, ia berbalik menjadi pendukung. Kita bisa melihat sikap ayah Erin yang memandang bahwa profesi “guru” bukan profesi yang istimewa dibandingkan profesi seputar bisnis. Namun, sejak Erin berhasil mendidik murid-muridnya menjadi terpelajar, saat ini, berdasarkan kisah nyata, Erin menjadi dosen di California University berkat dedikasinya yang tinggi sebagai seorang pendidik.


C. Komentar Pribadi dan Beberapa Pemikiran

Rasisme di Amerika Serikat memang telah menjadi sesuatu yang inherent. Setelah tiga puluh tahunan Civil Right Act dikeluarkan, ketegangan rasisme cenderung meningkat dan mencapai titik yang tinggi di kota-kota seperti New York, Boston, dan Chicago. Freedom Writers adalah gambaran masyarakat Amerika setelah terjadi kerusuhan rasial di Los Angeles dan kota-kota lainnya pada 1992. Rasisme telah menciptakan kemiskinan dan menimbulkan masalah-masalah sosial, menjadikan orang-orang kulit hitam underclasses atau masyarakat kelas bawah.

Ras dan rasisme adalah sesuatu yang tidak terelakkan. Mengapa hal demikian terjadi? Ada dua teori yang menjelaskan hal ini. Pertama. Isu rasial adalah isu yang primordial, seperti halnya isu agama. Pertentangan antara ‘putih’ dan ‘hitam’, menurut Giddens, adalah simbol-simbol budaya yang berakar kuat dalam kebudayaan orang-orang kulit putih. ‘Hitam’, baik direpresentasikan lewat ‘warna’, maupun kondisi, dipandang sebagai simbol iblis yang berinkarnasi (Devils Incarnate) sejak sebelum orang-orang kulit mengadakan kontak sosial secara ekstensif dengan orang-orang kulit hitam. Teori kedua yang menjelaskan terjadinya rasisme di Amerika adalah teori racial formation. Omi dan Winant mengemukakan bahwa pemerintah federal sendirilah yang membentuk masyarakat AS menjadi masyarakat rasis. Buktinya, isu-isu rasial masih tercantum dalam dukumen-dokumen resmi pemerintah. (jurnal Studi Amerika Vol.X No.1 Januari-Juni 2005). Dalam Freedom Writers kita bisa melihat kebijakan pemerintah dalam dunia pendidikan yang tidak populis. Orang-orang non-white merasa didiskriminasi secara individual, institusional, dan struktural.

Rasisme di Amerika mengingatkan saya akan terpilihnya Barrack Obama November silam. Sungguh besar harapan masyarakat Amerika terhadap Obama untuk melakukan perubahan pola pikir masyarakat Amerika tentang rasisme. Namun, sayangnya, Southern Poverty Law Center melaporkan, kebencian terhadap etnis minoritas meningkat sejak pemilihan presiden. Bahkan, warga kulit putih mengatakan bahwa Obama akan membuat komunitas kulit hitam semakin subur dan menggeser posisi warga kulit putih. Mereka meramalkan, pada pertengahan abad ini, kulit putih akan menjadi minoritas di AS. Sikap sentimen ini sesungguhnya perlu diwaspadai, dan selaiknya mendapat penanganan dari pemerintah. Walaupun secara de jure masyarakat Amerika berusaha mewujudkan masyarakat yang multikultural, namun secara de facto Amerika masih diwarnai oleh rasisme.

Untuk menciptakan masyarakat yang saling menghargai satu sama lain, masyarakat Amerika perlu membangun kesadaran baru tentang rasisme. Erin dalam Freedom Writers berhasil menunjukan bahwa sesungguhnya perbedaan ras bukan halangan bagi seseorang untuk sukses. Perlu disadari bahwa seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, rasisme bukanlah sesuatu yang relevan karena yang dibutuhkan untuk membangun suatu bangsa adalah intelektual, bukan warna kulit atau latar belakang ras.

Menanggulangi rasisme memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Namun, kita bisa memulainya dengan mewujudkan perubahan-perubahan dalam dunia pendidikan. Misalnya, menciptakan sebuah kurikulum pendidikan berbasis multikulturalisme sehingga masyarakat Amerika bisa saling menghargai satu sama lain. Sebagai pihak yang memiliki otoritas, pemerintah Amerika seyogyanya menjadi agen perubah, baik melalui pendekatan kultural, maupun pendekatan struktural. Selain itu, pemerintah juga harus melakukan pembenahan dari dalam untuk membangkitkan kepercayaan masyarakat Amerika.

Berdasarkan kenyataan di atas, melalui upaya yang sungguh-sungguh, pemerintah dapat meredam konflik-konflik rasisme seperti yang digambarkan dalam film Freedom Writers, sekaligus mengembalikan kepercayaan masyarakat dunia terhadap Amerika yang sempat pudar karena kebijakan-kebijakannya yang tidak populis. Dengan demikian, konflik rasisme di Amerika akan berkurang secara perlahan, hingga akhirnya hilang sama sekali. Semoga (*)
Tag: rasisme amerika
Sebelumnya: Mendamba atau mendebukan buku: Catatan untuk para intelektual muda
Selanjutnya : Kalau tukang ojek semuanya ikhwan?!

ngutipp ( semoga bisa di jadiin skripsi) amiiin

RESENSI FILM FREEDOM WRITERS Anak-anak Bermasalah pun Patut Dapat Pendidikan

October 20, 2008 12:00 am


anak-anak bermasalahpun patut mendapatkan pendidikan adalh kata yang tepat untuk menggambarkan film ini (ist)

FREEDOM Writers merupakan film yang diangkat dari kisah nyata perjuangan seorang guru di wilayah New Port Beach, Amerika Serikat dalam membangkitkan kembali semangat anak-anak didiknya untuk belajar. Dikisahkan, Erin Gruwell, seorang wanita idealis berpendidikan tinggi, datang ke Woodrow Wilson High School sebagai guru Bahasa Inggris untuk kelas khusus anak-anak korban perkelahian antargeng rasial. Misi Erin sangat mulia, ingin memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anak bermasalah yang bahkan guru yang lebih berpengalaman pun enggan mengajar mereka.
Tapi kenyataan tidak selalu seperti yang dipikirkan Erin. Di hari pertamanya mengajar, ia baru menyadari bahwa perang antargeng yang terjadi di kota tersebut juga terbawa sampai ke dalam kelas. Di dalam kelas mereka duduk berkelompok menurut ras masing-masing. Tak ada seorang pun yang mau duduk di kelompok ras yang berbeda. Kesalahpahaman kecil yang terjadi di dalam kelas bisa memicu perkelahian antarras.

Erin mencoba menaklukkan murid-muridnya dengan meminta mereka menulis semacam buku harian. Di buku harian itu, mereka boleh menulis apa pun yang mereka inginkan, rasakan, dan alami. Cara ini ternyata berhasil. Buku-buku harian dari para murid-muridnya setiap hari kembali pada Erin dengan tulisan mereka tentang apa yang mereka alami dan mereka pikirkan setiap hari.
Dari buku-buku harian itu, Erin paham bahwa dia harus membuat para muridnya sadar bahwa perang antargeng yang mereka alami bukanlah segalanya di dunia. Melalui cara mengajarnya yang unik, dia berusaha membuat para muridnya sadar bahwa dengan pendidikan mereka akan bisa mencapai kehidupan yang lebih baik.

Walaupun semua usahanya itu tidak didukung oleh rekan-rekan guru yang lain dan pihak sekolah, Erin terus maju. Bahkan, dia rela mengorbankan waktu luangnya untuk bekerja sambilan demi membeli buku-buku bacaan yang berguna bagi para muridnya.

Hasilnya, semangat belajar murid-muridnya kembali muncul. Akhirnya, banyak dari murid-murid di kelas Erin Gruwell yang menjadi orang pertama dari keluarga mereka yang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Buku harian yang mereka tulis diterbitkan menjadi sebuah buku berjudul ‘The Freedom Writers Diary’.

Film ini tidak menjual mimpi From Zero to Hero, tapi lebih menampilkan bagaimana satu orang yang peduli pada pendidikan anak-anak yang sudah dianggap sebagai sampah masyarakat mampu merubah mereka menjadi orang yang lebih berguna. Mengingatkan kita pada film berjudul ‘Dead Poet Society’ yang juga bertema sama dan pernah dibuat pada akhir tahun 80-an dengan Robin William sebagai bintang utama. Buku-buku yang digunakan Erin Gruwell untuk mendidik murid-muridnya di film ini semuanya adalah buku yang benar-benar ada. Termasuk buku ’Diary of Anne Frank’ yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dan sudah dijual di pasaran.

Freedom Writers memiliki alur cerita yang mudah dipahami dan juga dialog yang gampang dimengerti. Permasalahan-permasalah remaja yang ditampilkan di film ini juga cukup dekat dengan permasalah remaja pada umumnya, tentang pencarian jati diri dan pelanggaran-pelanggaran peraturan untuk mengukuh-kan eksistensi diri. Semua itu dibungkus dalam pemasalahan perang antargeng.

Fakta menarik dari film ini salah satunya ada pada adegan saat murid-murid Erin bertemu dengan orang-orang korban Holocaust. Yang berperan menjadi korban Holocaust adalah benar-benar korban Holocaust sendiri. Sutradara Richard Lagravenese tak perlu susah payah meng-arahkan aktor dan aktris pemeran murid-murid Erin untuk terlihat tercengang saat mendengar cerita para korban Holocaust itu. Hal ini karena saat pengambilan adegan itu, para aktor dan aktrisnya benar-benar tercengang mendengar cerita para korban Holocaust tersebut.

Peraih Academy Award 2 kali, Hilary Swank meme-rankan Erin Gruwell de-ngan sangat pas. Ada pula Imelda Staunton, pameran Dolores Umbridge di Harry Potter and The Order of The Pheonix, yang menjadi kepala departemen sekolah yang menyebalkan dan selalu iri dengan keberhasilan Erin. Selain itu ada Patrick Demsey, pemeran dr McDreamy dalam Grey’s Anatomy, yang bermain sebagai suami Erin yang tidak mendukung usaha istrinya.

Selain tiga nama di atas tidak ada lagi nama bintang besar yang berperan dalam film ini. Pemeran murid-murid di kelas Erin Gruwell, sebagian besar merupakan wajah baru di dunia perfilman yang belum begitu dikenal baik masyarakat Amerika Serikat sendiri maupun masyarakat Indonesia. Namun, mere-ka berhasil membawakan peran masing-masing de-ngan sangat baik dan meyakinkan.

Freedom Writers bisa dikatakan merupakan film untuk anak muda. Di te-ngah-tengah maraknya film remaja yang ceritanya tidak jauh-jauh dari cerita cinta, komedi atau horor, Freedom Writers bisa menjadi pilihan bagi anak muda yang tidak sekedar ingin terhibur, tetapi juga mendapatkan pelajaran tertentu dari film tersebut.

Bagi Anda yang belum menonton, tidak akan sia-sia Anda meluangkan waktu sejenak untuk menontonnya. Anda akan dapat mengambil pelajaran-pelajaran posistif bagi Anda. Selamat menonton!

Senin, 30 Mei 2011

cukup satu sajaa

sekian banyak yang indah diluar sana . . .
yyaah banyak, banyak sekali malah.
tapi kenapa mesti kamu. . . ?
kenapa mesti ada kamu ?
jujur saya BENCI kamu . .
amat. sangat BENCI . .
saya BENCI kamu yang berlagak gga jauh beda dengan pejabat - pejabat kaya nan (sombong).

yang selalu bangga dengan apa yang mereka punya. . .
tapii kamu apa ?
hanya itu ? itu saja ?
tapi mampu membiuss MEREKA. .
hahaha. tekadang saya berfikir ini semua KONYOL.

tapi kamu perlu tahu
kekuatanmu yang kamu miliki  tak cukup
untuk menggodaku. .
karena saya BEDA dari MEREKA. .


setiap melihatmu spontan hidungku memaksa untuk ditutup
(tak jauh beda saat saya melewati SAMPAHH)
bahkan tenggorokanku pun tak mampu menampungmu
dia memilih untuk MEMUNTAHKAN kekuatanmu itu . .
 ha  ha  ha
sebanding tatkala saya melakukan perjalan jauh yang berliku. .
maka akan saya MUNTAHKAN makanan KOTOR dalam perutku.

yang membuat negeri ini tambah lucu . . .
karena mereka bilang kamu INDAH !
yahh INDAH, karena DURImu penyebab mata mereka katarak.
mereka bilang kamu WANGI !
WANGI yang memaksa orang menyumbat hidungnya.
mereka bilang kamu NIKMAT !
NIKMAT setara terpenjara 100tahun lamanya.

namun disini saya mampu melihat keadilan TUHAN.
dengan beribu variasi ciptaan yang TUHAN tawarkan.
hingga ahirnya saya tak perlu WAJIB untuk mencicipimu.


cukup satu saja Tuhan menciptakan ciptaan sepertimu.
yaahh cukup satu saja.

dan
tuhan maaf telah mencela dan membenci ciptaanmu :


                                                                                         

Jumat, 27 Mei 2011

kenalanan season ke II

hhaa? kenalan lagiiiiiiii . . . . ??
buseeeeett dah, bisa -bisa pembaca pade kabuuuuur karena bosan kenalan muluu.
heiiy..heiiy jangan pada boring gitu, kenalan season ke II ini,, wuuiih season udah kayak cinta fitri aja pake season.. season segalaa..haha...
okeeyy.... kali ini kenalannya bukan soal gue kok, tapi  blog gue yang pengen kenalan.
boleh yah..? boleh yah ?
 boleh aja deh..#ngotott
ehmm " TARIAN JEMARI NING"
tarian itu yah menari bergerak, bergoyang - goyang, tapi sekarang gga lagi nari toraja loh, cuman ngegerakin jemari gue diatas keyboard laptop gueehh.. yyaahh Ngetik lah istilah jadulnya..
dari situ lah gue terinspirasi tuk namain blog gue tarian jemari, karena gue liat jemari tangan gue begitu indah bergerak diatas keyboard. jadi gue bisa mengambil kesimpulan sekarang bahwa gga cuma di Panggung doang loe bisa ngekspresiin jemari loh tuk bergoyang di laptop juga bisa..hehe
trus si ning apaaaa ?? pasti pada nanya kan ? hmm apaaa cobaaa....

ahaaa.. si ning itu yah Guee singkatan dari Ningrum...
kenapa mesti ning yah karena kedengarannya keren aja, kalo Her kan rada-rada nge ganjal gitu, apalgi Cil ...oowww tarian jemari cil,,apaan tuh cil..cil..nyicil ?? haha...  yang jelas kagak nyambuuuung....
makanya setelah gue pilah - pilih ternyata emang cuma ning yang terdengar indah it's so beautiful namee..
hihihi..



gimana udah ngerti gga ? udah blomm ?
kalau bahasa kampung gue sih udah pada  understand ggaa  soal nama blog guee..?
rasa-rasanya sih udah ngerti kan pembaca pada pintar- pintar..hehe
yaudah deh kalo gitu sekian dan trimakasih lagii.
wassalam.

saatnya kenalan

hahaha..kenalan, kata itu cukup menggelikan,
iyaaah udah kayak murid baru kan memperkenalkan diri di depan teman"..hehe,,tapii gga ada salahnya juga sih kan gue b a r u di blog, p e m u l a ...
ok.ok.ok. stopp ngomongin yg gga penting !!!!!!
eehmm..ehmm...tes..tess satu ,dua..
yyaaah kenalkan nama saya, eh maksudnya nama lengkap saya N U R H A E R I ...
biasa di panggil H E R I , kakak kedua dan ketiga sih manggilnya S Y E S Y E (kok bisa ? tauuu ahh gelap),temen satu kost manggil gue  C I L L O,haha katanya itu panggilan sayang untuk orang kecil kayak gue,,jjiiiaaah, kalau  temen kampus terdekat akhir- akhir ini manggilnya N I N G R U M atau gga N  I N G ( haha, efek nama fb : heriiy ningrum), yyaah itu juga keren kok sebagai  alternatif terbaik buat orang yang gga tau nyebut R alias cadell hehe, abis kalo manggil Heri jadinya H E L I,,, nnaaah disini nih orang" iseng bisa terinspirasi melesetin nama gue ada yang nambahin kopter lah, yang lebih parah gugukk.... buuuuuuuuzz loee katee anjeeeeengg..hmmm....
tapii ya.ya.ya terpahamkan lah,, gue kan bukan manusia egoiis,hehe kan kasian kalau di paksakan nyebut rrr,,
eeitsss pembahasannya udah melebar nih kayaknya,, back to topic deh,
seorang gadis desa ( hehe ketauan dari desa)  yang  lucu, ngegemesin,menyandang peredikat imut dengan tinggi 150 pass.periang, ggaa ada hari tanpa tertawa, apalagi  tersenyum.katanya sih gue juga beautiful tapiii di moment-moment tertentu doang,hahaa.
kecantikannya timbul tenggelam,wekwekwek udah kayak sinyal ajah.
dan gadis itu adalah tattara.taraaa G U E E E E E H.


ahhaaha.
mmm perkenalan saya cukup sampai disini lebih dan kurangnya mohon dimaafkan
wabillahi taufik walhidayah wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuu.

ngintipp

mmmm...berhasil gga yah.. ? berhasil gga yah... ? semoga berhasil deh,, ngintip dulu ahh,,,
penasaran very...very nih . .hihi
.....>> cciiiluuukkbaaaaa  .. . .
yess..yess.yess..berhasil..berhasil.. horeeeeee
eeitt kalian gga lagi nonton dora loh,,kalian lagi di blogg gue nih..
cieeeh udah bangga bilang blog nih...
yaiyalah berhasil buktinya kalian udah mampu melewati babak pertama " ieeyyaaaaa dicoba-dicoba"..
kayak ikut kontes ajaah pake babak segala.
hehe maklum pemula.perdana.pertama nih. jadi ngomongnya rada ngawurr.
seneeenggnyaa jdi pengen makan durenn ( ampee lupa kalau rasanya kayak taiiii) hhahaa saking senengnya .
ya.ya.yaa....
mata gue dah cape ngintip yang dibawah nih,,
lets continue ngintip judul laen..
------>